KALAU Indonesia mau memberantas korupsi, cara adalah teladan terbaik. Tak kurang perdana menterinya mengampanyekan antikorupsi, memberlakukan hukuman mati kepada para koruptor, dan menantang siapa pun rakyat Cina untuk menembak dirinya di tempat bila ia terbukti korupsi.
DI Cina akhir-akhir ini dikenal ungkapan peti mati untuk koruptor. Maksudnya adalah bila seseorang terbukti korupsi di negeri tembok bertele-tele itu, hukuman matilah ganjarannya. "Untuk melenyapkan korupsi, saya menyiapkan 100 peti mati," demikian sabda terkenal Perdana Menteri Cina Zhu Rongji pada pelantikannya Maret 1998. "Sembilan puluh sembilan untuk para koruptor dan satu untuk saya bila saya berbuat sama."
Ungkapan sangar itu kemudian diulang selama bulanan lewat koran dan televisi, merupakan bagian dari kampanye pemerintah untuk melenyapkan korupsi yang telah tertungkus lumus hingga menempatkan Cina di gugus teratas negara paling korup di dunia.
Berbeda dengan Indonesia yang mempropagandakan hidup sederhana sejak tahun 1952 oleh PM Wilopo, kemudian diulangi Presiden Soeharto tahun 1974, tetapi sampai detik ini korupsi muncah dari ibu kota sampai ke dusun-dusun, sabda Zhu ini segera menemukan aktualitasnya hanya beberapa bulan setelah diucapkan.
Yang mengentak adalah hukuman mati atas Wakil Gubernur Provinsi Jiangxi, Hu Chang- ging, pada Maret 2000. Ia terbukti di pengadilan telah menerima suap bernilai lebih dari 600.000 dollar Amerika Serikat, sekitar Rp 5,1 miliar, sebagai pejabat berpangkat tinggi yang me- meras uang berjumlah besar, mulai dari beberapa mobil, permata, sampai jam bertatahkan emas. Hu sampai saat ini merupakan pejabat Pemerintah Cina tertinggi yang pernah dieksekusi mati atas tuduhan korupsi. Perbuatan bejat itu dilakoninya paling banter lima tahun belakangan.
Yang relatif anyar adalah hukuman mati kepada Deputi Wali Kota Leshan, Li Yushu, pada 16 Januari 2002 karena terbukti menerima suap bernilai 1 juta dollar AS, dua mobil mewah, dan sebuah jam tangan Rolex. Pengadilan Tinggi Rakyat Sichuan berpendapat, Li Yushu memanfaatkan jabatannya sebagai deputi wali kota dengan meraup sogok dalam bentuk hadiah serta uang tunai 8,2 juta yuan. Penyelidikan memperlihatkan, Li mempunyai sejumlah saham serta rumah dan mobil mewah senilai 1,5 juta dollar AS. Kekayaan sejumlah ini tak terbayangkan di sebuah kota semacam Leshan, yang pegawai negerinya berpenghasilan tak lebih dari 1.500 dollar setahun.
Dua contoh orang ini hanya segelintir dari lebih daripada 4.300 orang di Cina yang telah menjalani eksekusi hukuman mati sampai tahun 2002 karena terbukti korupsi dan melakukan kejahatan lain. Inilah upaya Pemerintah Cina menggelar reformasi demi mengangkat negeri berpenduduk 1,25 miliar itu menghadapi persaingan yang bersifat global. Transformasi modern Cina meliputi berbagai dimensi, antara lain yang menonjol adalah ekonomi dan penegakan hukum. Yang disebut terakhir ini menyembulkan terang berkilat-kilat ke seluruh dunia atas keseriusan pemerintah menangani korupsi. Dicanangkan oleh Presiden Jiang Zemin pada tahun 1995, resonansinya mengurat mengakar kepada tindakan menghukum mati para koruptor setelah sabda Zhu Rongji saat pelantikannya lima tahun silam.
KETEGASAN membersihkan pemerintahan dari perbuatan laknat bernama korupsi itu plus penegakan hukum, dalam pandangan Zhu, akan menjalankan roda ekonomi bersemangat sosial-pasar sebagai bagian dari transformasi modern Cina di lapangan pasar dunia. Dengan hukum yang jelas, pemain ekonomi dari segala mata angin akan terpancing tanpa waswas masuk ke negeri itu.
Segi inilah yang membedakan reformasi di Cina dan reformasi di Indonesia. Reformasi di Cina dengan tindakan merupakan operator bagi transformasi modern Cina ke arah po- sitif. Reformasi di Indonesia dengan wacana tanpa tindakan merupakan operator terhadap transformasi antimodern Indonesia yang tanpa arah.
Wacana tanpa tindakan dalam konteks korupsi di Indonesia setidaknya, menurut buku Indonesia dalam Krisis 1997-2002 terbitan Penerbit Kompas (2002), dimulai pada tahun 1952 ketika Perdana Menteri Wilopo mengajukan ajakan hidup sederhana dalam program kabinet. Gatot Subroto di tahun 1960-an mencetuskan larangan terhadap anggota ABRI menginap di hotel. Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1974 tentang beberapa pembatasan kegiatan pegawai negeri dalam rangka pendayagunaan aparatur negara dan kesederhanaan hidup.
MPR mulai memasukkan pola hidup sederhana dalam GBHN 1978, dilanjutkan pada tahun 1983 dan 1988, dengan cara mengendalikan impor barang-barang mewah dalam rangka penghematan devisa dan pelaksanaan pola hidup sederhana. Menteri Pertahanan dan Keamanan merangkap Pangab Jenderal M Yusuf tahun 1979 mengeluarkan larangan penggunaan karpet dan AC di ruangan-ruangan dalam lingkungan ABRI. Sepuluh tahun kemudian, Menteri Pertahanan dan Keamanan Jenderal Poniman memasukkan pola hidup sederhana ke dalam satu dari delapan wajib ABRI. Nah, kali ini, ada tambahan "anggota ABRI yang melanggarnya dikenai sanksi yang berlaku di lingkungan ABRI".
Entah lupa pada keputusannya 20 tahun sebelumnya, Presiden Soeharto pada tahun 1992 mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 47 yang membatasi kegiatan pegawai negeri dalam rangka pendayagunaan aparatur negara dan kesederhanaan hidup.
Di era reformasi, begitu orang kebanyakan menyebut tentang zaman ini, Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2001 mengajak "dicanangkannya kembali pola hidup sederhana yang dimulai dari para pemimpin". Pada masa kepemimpinannya pula Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara mengeluarkan surat edaran (Nomor 357/M-PAN/12/2001) tentang langkah-langkah efisiensi dan penghematan serta hidup sederhana di lingkungan aparat negara.
Pada masa kepemimpinan Amien Rais di MPR keluar pula Ketetapan MPR Nomor X Tahun 2001 yang menugaskan presiden agar mencanangkan gerakan penghematan nasional di segala sektor yang dimulai dan diteladankan oleh para pejabat negara. Akhirnya tahun lalu, ya tahun 2002, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara membuat surat yang bersifat sangat segera (Nomor 175.1/M-PAN/6/2002) tentang kepekaan terhadap kondisi masyarakat dan negara.
Meski tak satu kata korupsi dalam dokumen itu, dengan banglas, jelas tersirat yang mau dikatakan adalah kira-kira: "Hei, korupsimu jangan sampai terbukti."
Setengah abad lamanya pernyataan itu terus berganti baju dari zaman pra-Peter Sie sampai Adjie Notonegoro, tetapi Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2002 yang merupakan laporan tahunan badan Transparency International masih menempatkan Indonesia di peringkat 96 dari 102 tentang kebersihannya dalam urusan korupsi. Artinya, salah satu dari enam negara terkotor di dunia ya Indonesia kita ini.
Berapa lama Indonesia mampet di selokan yang bau itu? Silakan buka laporan Transparency International dari masa ke masa.
HARAPAN terdekat menemukan Zhu Rongji Indonesia alias Mr Clean tentulah pada pemilihan presiden tahun 2004. Seorang calon presiden idaman adalah dia yang berani mengatakan, "Kain kafan atau peti mati atau bakar jenazah untuk para koruptor!" Satu-satunya ungkapan pelengkap sabda itu adalah kloning dari puisi Wiji Thukul: "Hanya satu kata: LAKSANAKAN!"
Persoalannya, siapa calon presiden yang tanpa hambatan bersedia mengatakannya dan, ini yang terpenting, sabda itu dipercaya rakyat semesta. Nurcholish Madjid sudah terbuka menyatakan kemauannya sebagai calon presiden dengan segugus rancangan. Ada harapan kalau begitu. Calon-calon lain? Lihat saja nanti. Masihkah Indonesia mampu menambahkan daftar nama-nama ini: Nurcholish Madjid, Marsillam Simandjuntak, dan Arief Budiman yang terkenal mengerti politik dan bersih pula.
Hanya dari manusia jenis ini reformasi di Indonesia dengan tindakan mampu menjadi operator dalam transformasi modern Indonesia. (SALOMO SIMANUNGKALIT)
I Draw @ 5:03 AM
PROFIL Q
Name: Herry Irawan
Age: 18 tahun
School: SMALVEN
Birthday: 26 July 1989